- -->
Merek merupakan salah satu bagian dari
Hak Kekayaan Intelektual. Merek memiliki
peran yang sangat penting bagi suatu produk usaha dagang atau jasa, karena dengan
adanya merek konsumen dapat membedakan asal-usul mengenai produk barang dan
jasa dan dapat membantu pelaku usaha dalam mengiklankan dan memasarkan produk
atau jasa miliknya agar dapat dikenal dengan baik oleh konsumen. Merek seringkali
dikaitkan dengan suatu image dan kualitas dari barang atau jasa sehingga dapat
membuat nilai atau harga suatu produk menjadi mahal dan bernilai atau bahkan
juga sebaliknya.
Kepemilikan atas suatu merek kemudian
harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk mendapatkan
hak atas merek dan hak cipta sekaligus, karena apabila tidak didaftarkan akan
dapat berpotensi bermasalah di kemudian hari karena dalam beberapa kasus sering
terjadi pendaftaran merek oleh seseorang sementara ada juga orang lain
mendaftarkannya sebagai hak cipta. Sehingga dalam hal ini diperlukan adanya
perlindungan hukum atas merek agar dapat memberikan kesempatan bagi suatu usaha
untuk dapat berkembang. Karena pelanggaran-pelanggaran merek sangat merugikan
para pelaku usaha bahkan konsumen.
Salah satu kasus dugaan pelanggaran
merek dagang yaitu seperti yang terjadi pada merek produk Cap Badak milik
PT.Sinde Budi Sentosa yang didaftarkan pada tahun 2004, ditemukan persamaan
desain bentuk dengan Produk Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd yang
di daftarkan pada tahun
B.
PEMBAHASAN
1.
Merek
Merek
merupakan tanda atau simbol yang terdiri dari nama, istilah, gambar, logo,
lambang, desain atau kombinasi dari beberapa unsur tersebut untuk
mengidentifikasi, mendefinisi atau memberi identitas suatu barang atau jasa
serta membedakannya dari produk pesaing.[1]
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek Dan
Indikasi Geografis, bahwa yang dimaksud dengan Merek adalah tanda yang dapat
ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka,
susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara,
hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk
membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum
dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Menurut
Rangkuti (2002), merek adalah nama dan simbol yang bersifat membedakan (seperti
sebuah logo, cap atau kemasan) dengan maksud mengidentifikasi barang dan jasa
dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu.[2]
Selanjutnya Kotler dan Keller (2009),[3]
menyatakan bahwa pada umumnya merek terdiri dari beberapa bagian, yaitu : Nama
merek (brand name), Tanda merek (brand merk) yaitu bagian dari merek yang
dapat dikenal oleh konsumen yang biasanya berbentuk lambang, desain, huruf,
atau warna khusus. Kemudian Tanda merek dagang (trademark) yaitu bagian dari merek yang dilindungi hukum karena kemampuannya
menghasilkan sesuatu yang istimewa. Dan Hak cipta (copyright) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi
undang-undang.
Pada
hakikatnya, merek dipakai dan dimiliki oleh produsen untuk melindungi produk-produk
yang dihasilkannya dari pelaku usaha yang berbuat curang dengan meniru produk.[4]
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis, Merek terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
Merek Dagang, Merek Jasa, dan Merek Kolektif.
Hak
atas Merek dapat diperoleh dengan adanya pendaftaran merek pada instansi atau
badan yang berwenang, dalam hal ini pendaftar merek yang pertama kali
mendaftarkan suatu merek yang berhak atas merek tersebut dan memperoleh
perlindungan hukum terhadapnya. Dalam Pasal 35 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis, dijelaskan bahwa merek yang telah
terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
sejak tanggal penerimaan dan dapat diperpanjang untuk waktu yang sama dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi
merek terdaftar tersebut. Kemudian dalam hal adanya pengalihan hak dan lisensi,
sebagaimana yang diatur dalam pasal 41 ayat (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis, pengalihan hak sebagaimana dimaksud dapat
dilakukan karena adanya pewarisan, wasiat, wakaf, hibah, perjanjian, atau sebab
lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Selain
itu, dalam ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang
Merek dan Indikasi Geografis dijelaskan bahwa suatu merek tidak dapat
didaftarkan jika tidak memiliki daya pembeda. Permohonan pendaftaran merek
dapat ditolak jika merek yang hendak didaftarkan memiliki persamaan pada
pokoknya atau keseluruhannya dengan : Merek terdaftar milik pihak lain atau
dimohonkan lebih dahulu oleh pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; Merek
terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; Merek terkenal milik pihak lain untuk barang
dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu; atau Indikasi
Geografis terdaftar.
Kemudian
dalam Pasal 21 ayat (2), permohonan ditolak jika Merek tersebut: Merupakan atau
menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum
yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; Merupakan
tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol
atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali
atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau Merupakan tiruan atau
menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau
lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang
berwenang.
2.
Analisa Pelanggaran Merek
Terhadap Bentuk Kemasan Produk Larutan Cap Badak dan Cap Kaki Tiga
PT.
Sinde Budi Sentosa memperoleh lisensi terhadap penggunaan merek dagang Cap Kaki
Tiga dari Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd di
Singapura pada tahun 1978. Perjanjian lisensi itu bersumber dari kesepakatan
para pihak. Sejak 1978 hingga kini telah terjadi perikatan diam-diam antara
kedua perusahaan. Namun faktanya Wn Ken memberi lisensi atas merek Cap Kaki
Tiga pada PT. Sinde Budi Sentosa untuk memproduksi dan memasarkan produk Cap
Kaki Tiga di Indonesia.
Tjio
Budi Yuwono merupakan pemilik yang sah atas hak cipta seni lukisan “manjangan”,
lukisan “badak”, tulisan “lasegar” yaitu singkatan dari kata larutan penyegar,
lukisan “pemandangan gunung, sawah, sungai, dan rerumputan”, tulisan “larutan
penyegar”, tulisan “badak” dan tulisan “espe” yaitu singkatan dari kata spesial
produk. Akan tetapi sekitar tahun
1993-1994 PT. Wen Ken Drug Co.Ltd., menjanjikan hendak berinvestasi kepada Tjio
Budi Yuwono di luar dari produk minuman yang menggunakan merek tulisan “kaki
tiga” dan logo “kaki tiga” dan memberikan ijin untuk melakukan pendaftaran
ciptaan, dengan Lukisan “Badak”, Lukisan “Manjangan”, Tulisan “Larutan
Penyegar” , Tulisan “Espe”, sebagai milik PT.Wen Ken Drug.
Pada
tahun 2008 Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd. di Singapura memutuskan perjanjian dengan
PT. Sinde Bude Sentosa secara sepihak dan memindahkan lisensi penggunaan merek
dagang Cap Kaki Tiga ke PT. Kinocare Era Kosmetindo. Hal ini karena PT. Sinde
Budi Sentosa merasa persyaratan untuk membayar royalti 5-10%/tahun dinilai
memberatkan, dan enggan untuk mencantumkan lisensi, dan pemeriksaan produksi.
Hal tersebut yang kemudian menjadi sengketa kepemilikan Hak Cipta terhadap
desain merek antara Produk Cap Kaki Tiga milik Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd dan
produk Cap Badak milik PT.Sinde Budi Sentosa.
Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Indonesia menganut first to file principle, bahwa pemegang merek baru akan diakui atas
kepemilikan mereknya kalau merek itu dilakukan pendaftaran. Sehingga apabila seseorang
yang ingin memiliki hak atas merek dia harus melakukan pendaftaran atas merek
yang bersangkutan. Akan tetapi pendaftaran merek tersebut tidak dapat dilakukan
apabila tidak memiliki daya pembeda sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 huruf
b UU Merek. Kemudian dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a dijelaskan bahwa permohonan
harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut mempunyai
persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang
sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis, syarat
ini berlaku apabila terdapat unsur kesamaan pada keseluruhan produk yang di
pasarkan.[5]
Kemasan
Larutan Cap Badak memiliki banyak kemiripan dengan kemasan Larutan Cap Kaki
tiga yang merupakan merek dagang dari Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd. Dalam hal ini,
PT. Sinde Budi Sentosa semestinya tidak dapat mendaftarkan hak merek dari
produk yang dimilikinya karena memiliki kemiripan atau kesamaan dengan kemasan
Larutan Cap Kaki Tiga. Adapun persamaan yang terdapat dalam kedua produk
tersebut antara lain : Bentuk botol; Tutup Botol warna biru Warna kemasan; Tulisan
arab; Font tulisan; Cara penempatan khasiat produk; Cara menempatkan tulisan
komposisi; Cara menempatkan gambar varian rasa; Cara menempatkan logo dan
tulisan "larutan penyegar" di tengah;
Dalam
hal ini, unsur merek yang diusung PT. Sinde Budi Sentosa secara tidak langsung
memiliki unsur yang sama dengan produk Larutan CapKaki Tiga. Akan tetapi permohonan
pendaftaran merek dagang oleh PT. Sinde Budi Sentosa berhasil lolos pada tahun
2004 dengan merek Larutan Penyegar Cap Badak. PT. Sinde Budi Sentosa mendapat
merek dagang dari Direktorat Jenderal HAKI karena pada tahun 2004 Wen Ken Drug
Co (Pte) Ltd. belum mendaftarkan merek dagang Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga ke
Direktorat Jenderal HAKI, sehingga Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga belum
tercatat secara hukum dalam Direktorat Jenderal HAKI Indonesia. Wen Ken Drug Co
(Pte) Ltd. baru mendaftarkan merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga kepada
Direktorat Jenderal HAKI pada tahun 2008.
Pada
tahun 2008 Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd. memutuskan perjanjian dengan PT. Sinde
Bude Sentosa secara sepihak dan memindahkan lisensi penggunaan merek dagang Cap
Kaki Tiga ke PT. Kinocare Era Kosmetindo. Di tahun yang sama, PT. Sinde Budi
Sentosa melakukan gugatan terhadap Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd disebabkan Wen Ken
Drug Co (Pte) Ltd. telah menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak dan
berniat mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga ke pihak lain. Sengketa merek
antara PT. Sinde Budi Sentosa dengan Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd berakhir dengan
dimenangkan oleh PT Sinde Budi Sentosa dengan pertimbangan bahwa minuman
penyegar Cap Kaki Tiga memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek PT Sinde
Budi Sentosa. Majelis hakim menyatakan bahwa pendaftaran merek Cap Kaki Tiga
dengan No.IDM000241894 oleh Wen Ken Drug dilakukan dengan itikad tidak baik karena
dapat menyesatkan konsumen.[6]
Merek
yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain ialah merek
yang digunakan dengan merek yang terdaftar sebagai milik orang lain tersebut
ada kemiripan karena adanya unsure-unsur yang menonjol antara merek yang
digunakan dengan merek yang terdaftar sebagai milik orang lain. Timbulnya kesan
mengenai merek seolah-olah merek yang sah untuk suatu jenis barang yang sama
dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi bagi si pemegang merek yang terdaftar
untuk barang yang dilekati merek tersebut.[7]
[1] Lusia Sulastri (Juni 2021), Modul Pembelajaran Mata Kuliah Hak Atas
Kekayaan Intelektual, Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, hlm
18.
[2] Ibid, hlm 19-20.
[3] Ibid, hlm 20.
[4] Dharmawan, Ni Ketut Supasti dkk (November 2016), Buku Ajar Hak
Kekayaan Intelektual (HKI), Deepublish, Yogyakarta, hlm 54.
[5] Danang Sukoco (2020), Analisis Penyelesaian Sengketa Hak Cipta
Antara PT.Sinde Budi Sentosa Melawan PT.Wen Ken Drug Ltd (Studi Putusan
Nomor:612K/Pdt.Sus/2011), Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Surakarta, hlm
6.
[6] Novi Dharmawati dkk (Oktober 2014), Analisis Pelanggaran Merek
Dagang Dalam Kasus Persamaan Bentuk Kemasan Produk Oleh PT.Sinde Budi Sentosa
(Cap Badak) Terhadap Wen Ken Drug Co (Pte) Ltd. (Cap Kaki Tiga), Privat La,
Vol.II No.5, hlm 14-20.
[7] Ibid.
Posting Komentar