- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Panduan Menjadi Advokat di Indonesia - karya Hukum

Halo Sobat Karya Hukum Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Sobat Justitia selalu sehat di manapun berada. Hari ini, saya akan meny…

Analisis Penerapan Pidana Pengganti Denda dalam Putusan Hakim di Pengadilan Negeri Mataram- karyahukum

 


Di Indonesia, Hukum Pidana memiliki peran penting dalam menegakkan keadilan dan ketertiban dalam masyarakat. Salah satu sanksi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana adalah pidana denda. Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) membedakan sanksi pidana menjadi pidana pokok dan pidana tambahan, di mana pidana pokok termasuk pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan.

Pasal 30 ayat 1 KUHP mengatur bahwa jika terpidana tidak mampu membayar denda, maka denda tersebut dapat diganti dengan pidana kurungan, dengan lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan, atau delapan bulan jika ada pemberatan. Meskipun demikian, penerapan pidana pengganti denda sering kali menimbulkan kontroversi.

Beberapa putusan hakim di Pengadilan Negeri Mataram menunjukkan ketidaksesuaian dalam penjatuhan pidana pengganti denda. Contohnya, Putusan Nomor 654/Pid.B/2019/PN Mtr, Putusan Nomor 503/Pid.Sus/2021/PN Mtr, dan Putusan Nomor 32/Pid.Sus.TPK/2020/PN Mtr, di mana pidana penggantinya tidak sesuai dengan peraturan yang mengaturnya atau tidak sebanding dengan jumlah denda yang harus dibayarkan.

Penerapan pidana pengganti denda seharusnya memperhatikan ketentuan yang ada dalam hukum positif Indonesia, termasuk ketentuan-ketentuan yang mengatur jumlah denda dan pidana penggantinya. Pengadilan Negeri Mataram perlu meningkatkan pemahaman hakim dalam menerapkan pidana pengganti denda agar sesuai dengan prinsip keadilan dan hukum yang berlaku.

Penjatuhan pidana pengganti denda dalam putusan hakim di Pengadilan Negeri Mataram perlu diperhatikan agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga keadilan dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Diperlukan pemahaman yang lebih mendalam dan konsisten dalam menerapkan hukum pidana di Indonesia, termasuk dalam hal penerapan pidana pengganti denda.

Penerapan pidana pengganti denda, meskipun telah diatur dalam KUHP, masih seringkali menimbulkan perdebatan dan kontroversi. Salah satu masalah utamanya adalah ketika terpidana tidak mampu membayar denda yang ditetapkan oleh hakim. Dalam kasus seperti itu, pidana denda dapat diganti dengan pidana kurungan, namun lamanya pidana kurungan yang ditetapkan seringkali dianggap tidak sebanding dengan jumlah denda yang seharusnya dibayarkan.

Sebagai contoh, dalam Putusan Nomor 654/Pid.B/2019/PN Mtr, terdakwa dijatuhi denda sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan apabila tidak dibayarkan, terdakwa harus mengganti dengan pidana kurungan pengganti selama 1 (satu) bulan. Meskipun demikian, jika dilihat dari Pasal 30 KUHP, lamanya pidana kurungan pengganti yang dijatuhkan masih kurang, dengan jumlah denda yang dijatuhkan tersebut, maka pidana kurungannya seharusnya dapat ditambah menjadi 1 setengah bulan atau 2 bulan lamanya. 

Apabila dihitung berdasarkan Perma No. 2 Tahun 2012, maka minimal denda yang sebesar Rp. 7.50 (tujuh rupiah lima puluh sen) dikalikan dengan Rp. 1.000 (seribu rupiah), yang artinya besaran denda minimum menjadi Rp. 7500 dan apabila dihitung pidana penggantinya per 12 jam maka besaran minimum denda yang harus dibayarkan dalam sehari adalah Rp. 7500 x 2 = Rp. 15.000, kemudian Rp. 15.000 x 30 hari = Rp. 450.000 selanjutnya apabila denda yang sebesar Rp. 20.000.000 yang dijatuhkan oleh hakim dibagi Rp. 450.000 maka lamanya pidana pengganti denda yaitu 45 hari. Jadi pidana pengganti denda yang seharusnya dijatuhkan paling sedikit adalah selama 1 setengah bulan.

Kasus-kasus seperti ini menunjukkan perlunya peninjauan ulang terhadap penjatuhan pidana pengganti denda oleh hakim. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan keadilan bagi terpidana, tetapi juga dalam rangka menjaga konsistensi dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Untuk menghindari ketidaksesuaian dalam penjatuhan pidana pengganti denda, Pengadilan Negeri Mataram dapat mempertimbangkan beberapa langkah, antara lain, memperkuat pemahaman hakim tentang ketentuan hukum yang mengatur pidana denda dan pidana pengganti denda, menyelenggarakan pelatihan dan workshop secara berkala bagi hakim tentang penerapan hukum pidana, meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga hukum terkait untuk mendapatkan masukan dan bimbingan dalam menangani kasus-kasus hukum yang kompleks. 

Sehingga Penjatuhan pidana pengganti denda oleh hakim di Pengadilan Negeri Mataram masih memerlukan perhatian khusus agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Langkah-langkah perbaikan dan peningkatan pemahaman hukum pidana diharapkan dapat meningkatkan keadilan

Posting Komentar

Posting Komentar