- -->
NhuwqF8Gr3wCNrhjjrVDE5IVAMcbVyYzY2IKGw4q

Laporkan Penyalahgunaan

Cari Blog Ini

RANDOM / BY LABEL (Style 4)

label: 'random', num: 4, showComment: true, showLabel: true, showSnippet: true, showTime: true, showText: 'Show All'

Halaman

Bookmark
Baru Diposting

Yurisdiksi ICJ (INTERNATIONAL COURT JUSTICE) Dalam Penyelesaian Pelanggaran Ham (Genosida) Terhadap Suku Rohingya Di Myanmar -Karyahukum

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak lahiriah yang diperoleh setiap individu sejak lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan. Perlindungan dan Pengak…

Cara Menyelesaikan Perselisihan Antara Perusahaan & Karyawan- karyahukum


Ketika terjadi perselisihan hubungan kerja di antara perusahaan dan karyawan, biasanya para pihak ingin mengambil jalan pintas agar cepat, terutama karyawan. Mereka cenderung langsung melapor ke dinas ketenagakerjaan atau mengajukan gugatan ke pengadilan. Padahal, tidak banyak yang tahu bagaimana caranya dan langkah-langkahnya. 

Misalnya, seorang karyawan di bagian marketing difungsikan di departemen lain, seperti corporate communication, karena dinilai memiliki keahlian dan kompetensi yang cukup mumpuni. Namun, tanpa penambahan gaji, hanya jobdesk-nya yang bertambah.

Ketika karyawan tersebut menolak karena tidak ada penambahan gaji, dia dianggap membangkang perintah atasan dan diberi surat peringatan (SP). Jika karyawan tidak terima, maka terjadilah perselisihan, dan sang karyawan pun langsung melaporkan perselisihan itu ke dinas ketenagakerjaan.

Padahal, menurut undang-undang ketenagakerjaan, perusahaan dan karyawan pertama-tama harus menyelesaikan setiap perselisihan di antara mereka secara musyawarah untuk mufakat. Itu yang harus dikedepankan terlebih dahulu oleh perusahaan dan karyawan.

Tanpa adanya musyawarah untuk mufakat, perselisihan itu tidak bisa dilaporkan ke dinas ketenagakerjaan, dan tanpa adanya mediasi dari DISNAKERTRANS, maka perselisihan itu tidak dapat diajukan ke pengadilan, dalam hal ini pengadilan hubungan industrial.

Bagaimana langkah-langkahnya untuk menyelesaikan perselisihan hubungan kerja di antara perusahaan dan karyawan, dari musyawarah internal sampai gugatan pengadilan? Kita akan membahasnya di video ini.

Pertama, tentunya kita perlu memastikan dulu ya, apa yang dimaksud dengan perselisihan. Perselisihan di sini tentunya adalah perselisihan di antara perusahaan dan karyawan, dan dalam undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, perselisihan antara perusahaan dan karyawan ini disebut perselisihan hubungan industrial. Yaitu, perbedaan pendapat yang mengakibatkan adanya pertentangan di antara pengusaha dan karyawannya, atau dengan serikat pekerja, karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja di dalam satu perusahaan.

Jadi, dari pasal tadi ada setidaknya beberapa jenis perselisihan yang mungkin terjadi di antara perusahaan dan karyawan: ada perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja di dalam satu perusahaan.

Perselisihan hak timbul karena tidak dipenuhinya hak-hak baik karyawan maupun perusahaan, dan hal ini akibat dari adanya perbedaan cara menafsirkan perjanjian kerja dan peraturan perusahaan, termasuk perbedaan cara menafsirkan undang-undang, khususnya undang-undang di bidang ketenagakerjaan.

Sedangkan perselisihan kepentingan timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat dalam membuat atau merubah syarat-syarat kerja di dalam perjanjian kerja atau di dalam peraturan perusahaan.

Namun, pada prinsipnya apapun bentuk perselisihannya, sesuai undang-undang ketenagakerjaan, penyelesaian perselisihan itu harus secara musyawarah untuk mufakat. Baru ketika musyawarah tidak mencapai kesepakatan, perselisihan itu bisa diselesaikan melalui prosedur yang ada sesuai dengan undang-undang.

Undang-undang sendiri menentukan bahwa sebelum perselisihan itu bisa digeser ke pengadilan hubungan industrial melalui gugatan, pertama-tama harus diselesaikan secara bipartit atau secara dua pihak di antara perusahaan dan karyawan, atau secara internal. Jika penyelesaian internal bipartit ini tidak mencapai kesepakatan, barulah penyelesaian lanjut ke tripartit atau tiga pihak, dimana di tahap berikutnya ini sudah ada pihak ketiga, yaitu DISNAKERTRANS yang akan menengahi sebagai mediator. Gugatan pengadilan baru bisa diajukan setelah dua proses tadi, bipartit dan tripartit, tidak menemukan solusi yang disepakati.

Jadi urutannya: penyelesaian internal dulu antara perusahaan dan karyawan, kemudian dengan mediasi di DISNAKERTRANS, barulah bisa diajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial. Perundingan bipartit artinya perundingan dua pihak yang dilakukan antara perusahaan dan karyawan atau serikat pekerja untuk menyelesaikan perselisihan yang ada di antara mereka.

Jika dalam perundingan internal bipartit itu tercapai kesepakatan, maka kesepakatan itu dituangkan dalam perjanjian bersama yang ditandatangani oleh perusahaan dan karyawan. Perjanjian bersama ini nanti didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial.

Setelah didaftarkan, pihak yang mendaftarkan akan menerima akte bukti pendaftarannya. Jika perjanjian bersama itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, maka pihak yang dirugikan bisa mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan untuk mendapatkan penetapan eksekusi.

Jika salah satu pihak, misalnya, menolak untuk mengadakan perundingan atau sudah berunding tapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit ini juga dianggap gagal. Dengan gagalnya perundingan bipartit ini, barulah salah satu pihak, baik perusahaan atau karyawan, bisa mencatatkan perselisihan mereka ke DISNAKERTRANS. DISNAKERTRANS kemudian akan menawarkan untuk menyelesaikan perselisihan itu dengan konsiliasi atau arbitrase. Jika para pihak tidak menentukan pilihannya, maka penyelesaian itu dilakukan dengan cara mediasi yang ditengahi oleh DISNAKERTRANS sebagai mediatornya.

Jika perundingan tadi sifatnya bipartit, antara dua pihak di antara perusahaan dan karyawan, maka di DISNAKERTRANS perundingan itu sifatnya tripartit, yaitu selain ada perusahaan dan karyawan sebagai pihak yang berkonflik, ada juga pihak ketiga yaitu DISNAKERTRANS sebagai mediator. Mediator ini yang akan menengahi perselisihan di antara perusahaan dan karyawan.

Dalam menangani perselisihan itu, biasanya mediator akan seoptimal mungkin mencari solusi dan jika perlu mencari titik tengahnya supaya perusahaan dan karyawan mencapai kesepakatan. Jadi, tujuannya adalah kesepakatan di antara perusahaan dan karyawan. Untuk mencapai kesepakatan ini, biasanya mediator akan memberikan toleransi terhadap aturan-aturan hukum yang berlaku, artinya tidak saklek menggunakan aturan hukum meskipun masih dalam koridor peraturan hukum.

Secara umum, mediator biasanya akan menjelaskan dulu aturan hukumnya beserta segala konsekuensinya dan menyerahkan keputusan akhir pada kebijaksanaan para pihak untuk membuat kesepakatan. Jika terjadi kesepakatan, seperti tadi, nanti akan dibuatkan perjanjian bersama yang ditandatangani oleh perusahaan dan karyawan, dan disaksikan juga oleh mediator. Sama seperti kesepakatan dalam perundingan bipartit tadi, perjanjian bersama ini juga nanti didaftarkan di pengadilan hubungan industrial.

Sekarang, jika dalam proses mediasi itu tidak mencapai kesepakatan, mediator sudah berusaha mendamaikan tetapi perusahaan dan karyawan tetap tidak mencapai kesepakatan, maka mediator akan mengeluarkan anjuran tertulis tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh para pihak. Biasanya anjuran tertulis ini dasarnya adalah peraturan perundang-undangan, yaitu undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaannya.

Jika di antara perusahaan dan karyawan tidak mencapai kesepakatan setelah dimediasi, maka mediator akan mengembalikan lagi kepada peraturan hukumnya. Anjuran tertulis itu kemudian disampaikan kepada para pihak, perusahaan dan karyawan, dan anjuran tertulis ini tidak bersifat mengikat.

Para pihak bisa saja menjawab anjuran ini kepada mediator secara tertulis, yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tersebut. Bahkan, para pihak juga bisa untuk tidak menjawab anjuran tersebut. Pihak yang tidak memberikan jawabannya atau tidak memberikan pendapatnya, maka pihak itu akan dianggap menolak anjuran mediator.

Sementara, jika para pihak setuju dengan anjuran mediator, nanti mediator akan membantu para pihak ini, perusahaan dan karyawan, untuk membuatkan perjanjian bersama. Kemudian perjanjian itu didaftarkan di pengadilan hubungan industrial.

Tetapi jika anjuran itu ditolak oleh salah satu pihak atau bahkan keduanya menolak anjuran mediator, termasuk jika misalnya para pihak tidak memberikan respons terhadap anjuran tersebut, maka para pihak ini baru bisa melanjutkan penyelesaiannya ke pengadilan dengan mengajukan gugatan.

Jadi, untuk mengajukan gugatan hukum karena perselisihan hubungan kerja, harus dilakukan mediasi terlebih dahulu.

Demikian, sobat Karya Hukum, prosesnya untuk menyelesaikan perselisihan ketenagakerjaan di antara perusahaan dan karyawan sebelum menjadi kronis dan masuk ke pengadilan hubungan industrial.


Posting Komentar

Posting Komentar